Senin, 11 Mei 2009

Huruf vs Angka

Dalam sebuah film yang masuk dalam nominasi Oscar, terdapat sebuah episode yang membuat saya berpikir: apa kemampuan dasar manusia, berhitung atau membaca? Dalam film tersebut, berhitung tampaknya menjadi sesuatu hal yang alamiah. Tokoh utama perempuan yang tak bisa membaca hingga usianya menginjak paruh baya, menghitung perulangan beberapa kata hingga ia mengenali padanan antara bunyi dan bentuk huruf, sementara kemampuan menghitungnya terjadi secara alami.

Dalam kisah-kisah sejarah angka pada manusia pra-sejarah, pengenalan manusia pada bilangan (bukan angka) terjadi secara natural. Meski pada beberapa kebudayaan, bilangan-bilangan itu dibagi menjadi beberapa tingkat kesulitan. Misalnya kebudayaan yang hanya mengenal bilangan satu, dua, dan banyak. Ada pula yang berhasil menghitung sampai tiga. Pengalaman mengenal angka pun pada awalnya primitif, dari penggunaan garis atau titik yang diulang sebanyak bilangan hendak dirujuk hingga akhirnya berevolusi menjadi angka-angka Arab-Romawi yang kita kenal sekarang.

Dalam perkembangannya, dunia angka menjadi lebih rumit dari dunia kata karena konsep-konsep keterhubungan yang membutuhkan operasi penambahan dan perkalian tingkat tinggi, seperti penggunaan integral, summa, diferensial dsb, belum lagi notasi-notasi untuk menjelaskan lapangan yang berbeda. Hal ini tidak ditemui dalam bahasa yang dasarnya dibangun dalam basis 26, yaitu abjad dan kemudian divariasikan dengan basis spasi, tanda seru, tanda tanya dan sebagainya. Dunia angka memiliki basis yang lebih beragam.

Post to: delicious, Digg, ma.gnolia, Stumbleupon

Tidak ada komentar:

Terima Kasih Atas Kunjungan Anda